PERBEDAAN EMPAT SEHAT LIMA SEMPURNA
DENGAN GIZI SEIMBANG
Sesuai dengan prinsip Gizi Seimbang,
pola makan berdasarkan "Pedoman Gizi Seimbang" atau PGS tidak dapat
berlaku sama untuk setiap orang. Tiap golongan usia, status kesehatan, dan
aktivitas fisik, memerlukan PGS yang berbeda sesuai kondisi masing-masing. Hal
ini berbeda dengan pola makan berdasarkan slogan "4 sehat 5 sempurna"
(4S & 5S) yang berlaku bagi semua orang di atas dua tahun.
Tak jelas bagaimana pedoman yang mengelompokkan
makanan hanya ke dalam 4 kelompok secara kualitatif itu dapat menjadi acuan
untuk memenuhi kebutuhan berbagai golongan masyarakat. Pada saat slogan 4S5S
diciptakan tahun 1950-an, diasumsikan bahwa kebiasaan makan masyarakat makin
sehat sehingga berbagai masalah kesehatan karena kekurangan dan kelebihan gizi
dapat dicegah dan dikurangi. Asumsi ini ternyata tidak terwujud, baik di
Indonesia maupun negara-negara lain, termasuk negara asal 4S5S di AS. Oleh
karena itu pedoman 4S5S sejak awal tahun 1990-an secara Internasional telah
digantikan oleh pedoman yang lebih rinci yang disebut PGS dengan alasan sebagai
berikut.
Pertama :
Pertama :
a. Susunan makanan yang terdiri atas 4
kelompok ini, belum tentu sehat, bergantung apakah porsi dan jenis zat gizinya
sesuai dengan kebutuhan. Contoh, jika pola makan kita sebagian besar porsinya
terdiri atas sumber karbohidrat (nasi), sedikit sumber protein, sedikit sayur
dan buah sebagai sumber vitamin, maka pola makan tersebut tidak dapat dianggap
sehat. Sebaliknya, jika pola makan kita terlalu banyak sumber lemak dan protein
seperti hidangan yang banyak daging dan minyak atau lemak, tetapi sedikit sayur
dan buah, maka pola makan itu tak dapat dianggap sehat.
b. Selain jenis makanan, pola makan
berdasarkan PGS menekankan pula proporsi yang berbeda untuk setiap kelompok
yang disesuaikan atau diseimbangkan dengan kebutuhan tubuh. PGS pun
memperhatikan aspek kebersihan makanan, aktivitas fisik, dan kaitannya dengan
pola hidup sehat lain.
Kedua :
a. Susu bukan "makanan
sempurna" seperti anggapan umum selama ini. Dengan anggapan itu banyak
orang, termasuk kalangan pemerintah, menganggap susu merupakan
"jawaban" atas masalah gizi. Sebenarnya, susu adalah sumber protein
hewani yang juga terdapat pada telur, ikan dan daging.
b. Oleh karena itu di dalam PGS, susu
ditempatkan dalam satu kelompok dengan sumber protein hewani lain. Dari segi
kualitas protein, telur dalam ilmu gizi dikenal lebih baik dari susu karena
daya cerna protein telur lebih tinqggi daripada susu.
Ketiga :
a. Slogan 4S5S yang dipopulerkan oleh
Prof. Poerwo Soedarmo, Bapak Gizi Indonesia, di tahun 1950-an dianggap tak lagi
sesuai dengan perkembangan iptek gizi, seperti halnya slogan "Basic
Four" di Amerika yang merupakan acuan awal 4S5S pada masa itu. "Basic
Four" dari AS yang diciptakan tahun 1940-an bertujuan mencegah pola makan
orang Amerika yang cenderung banyak lemak, tinggi gula, dan kurang serat.
Namun, setelah dievaluasi tahun 1970-an, ternyata slogan tersebut tidak
memperbaiki pola makan penduduk Amerika, yang disertai dengan meningkatnya
penyakit degeneratif terkait gizi. Sejak itu, slogan "Basic Four"
diperbarui dan disempurnakan menjadi "Nutrition Guide for Balance
Diet" dengan visual piramida.
b. Di Indonesia "Nutrition Guide
for Balance Diet" diterjemahkan menjadi PGS yang juga menggunakan visual
piramida. Berbeda dengan Nutrition Guide AS yang berlaku untuk usia di atas 2
tahun, di Indonesia PGS berlaku sejak bayi dengan memasukkan ASI eksklusif
sebagai Gizi Seimbang.
Pada konferensi pangan sedunia yang diadakan oleh FAO
tahun 1992 di Roma dan Genewa, antara lain ditetapkan agar semua negara
berkembang yang semula menggunakan slogan sejenis "Basic Four" memperbaiki
menjadi "Nutrition Guide for Balance Diet". Keputusan FAO tersebut
diterapkan di Indonesia dalam kebijakan Repelita V tahun 1995 sebagai PGS dan
menjadi bagian dari program perbaikan gizi. Namun, PGS kurang disosialisasikan
sehingga terjadi pemahaman yang salah dan masyarakat cenderung tetap
menggunakan 4S5S.
Baru pada tahun 2009 secara resmi PGS diterima
masyarakat, sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang
menyebutkan secara eksplisit "Gizi Seimbang" dalam program perbaikan
gizi.
Gizi Seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang
mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh, dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan,
aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar